In My Eyes
Main Cast : Kim Ga Eun a.k.a Nae Yeol and Do Kyung Soo a.k.a Kyung Soo
Chapter 3
Semakin dalam aku melihat kedalam diri wanita itu, semakin deras air mataku mengalir.
**Wanita Misterius POV, Nae Yeol…
Perlahan aku buka kedua mataku dan kini aku sudah tidak berada di hadapan wanita itu. Kini aku berada tepat didepan sebuah rumah. Sepertinya aku kembali ke masa lalu – kurasa – Rumah dan halamannya begitu tak terawat, seperti tanpa penghuni.
“Ayah jangan sakiti kakak, aku mohon. Ini salahku, pukul saja aku.” Aku mendengar teriakan seorang perempuan dari dalam rumah. Aku masih berdiri diam di depan pintu rumah itu dan berusaha mendengar suara yang berasal dari dalam rumah.
“Diam kau anak ja***g, kau akan menghasilkan banyak uang untukku. Dan kau lebih baik mati.” Teriak seorang laki-laki yang sepertinya orang dewasa dan mungkin ayah dari perempuan tadi.
Mendengar perkataan itu, aku langsung bergegas untuk mengetuk pintu rumah itu. Namun bukan mengetuknya, aku malah masuk begitu saja tanpa membuka pintu dan membuatku hampir terjerembab. “Apa aku menembusnya?” Ucapku sambil melihat kembali ke arah pintu yang aku tembus tadi dengan perasaan bingung.
Ditengah perasaan heranku itu, keributan di dalam rumah malah semakin menjadi. Terdengar suara – seperti cambukan – dari salah satu ruangan rumah itu dan diiringi suara tangisan perempuan. Aku langsung bergegas masuk kedalam dan mencari asal suara itu. Betapa terkejutnya aku saat masuk kesalah satu ruangan – sepertinya ruang keluarga – di sana ada seorang pria dewasa bertubuh besar, anak laki-laki yang terlihat kurus telanjang dada dan seorang anak perempuan yang sebagian tubuhnya terbuka.
Aku melihat pria dewasa itu terus memukuli anak laki-laki yang sedang meringkuk kesakitan di depannya, sedangkan si anak perempuan memeluk erat kaki si pria dewasa dengan air mata yang terus mengalir. Tatapanku tidak bisa lepas dari mereka bertiga. “Apa kah dia orang tua mereka? Kenapa dia terga menyakiti anaknya sendiri? Apa ayahku akan memperlakukanku seperti itu kalau dia masih hidup?” Pertanyaan itu terus berkecamuk di dalam fikiranku.
“Paman hentikan!!!” Teriakku sambil berlari menghampiri pria dewasa itu untuk menahan tangannya. Namun aku menembusnya dan lagi-lagi aku kembali terjerembab. Aku benar-benar menembus semua yang ada disini, aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu mereka. Aku duduk tepat di samping anak laki-laki itu sambil terus berdoa untuknya. Aku bisa bayangkan betapa sakitnya cambukan pria itu yang langsung mengelai kulitnya itu.
Air mataku pun mengalit dengan sangat deras. Aku benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa, aku merasa begitu tak berdaya. Aku melihat anak perempuan itu juga merasa tidak berdaya dengan perlakuan ayahnya. Dia terus menangis dan memohon pada sang ayah, namun tidak di hiraukan olehnya. Namun tiba-tiba sang ayah beranjak dari posisinya. Ketika kembali, dia sudah membawa sebilah pisau yang benar-benar terlihat tajam. Sontak aku dan si anak perempuan menatap pria itu dengan mata terbelalak.
“Kau sebaiknya mati, kau mengganggu.” Teriak pria dewasa itu sambil bergerak cepat dan menusuk tubuh si anak laki-laki yang ada di sebelahku.
“KYAAAAA.” Aku dan anak perempuan itu berteriak dengan sangat kencang. Pria itu menusuk anak laki-laki itu dengan membabi buta. Aku masih duduk tak jauh dari tubuh anak laki-laki itu. Aku berusaha tak melihat kearah mereka, aku benar-benar tak tega melihatnya.
Aku pun melihat kearah anak perempuan yang duduk sedikit jauh dari mereka bedua. Dia terlihat begitu shock, air matanya mengalir begitu saja dan matanya tidak berkedip sedikitpun. Perlahan tangan kiri anak perempuan itu bergerak seolah ingin meraih sesuatu. Semakin lama, dia semakin bergerak mendekat kearah anak laki-laki yang sudah tergeletak tak berdaya. Kini pria dewasa itu sudah pergi entah kemana.
“Kakak, maaf kan aku kak. Bertahan lah kak, aku akan memanggil ambulan.” Ucap anak perempuan itu sambil menghampiri kakaknya yang sudah tergeletak.
“Tak usah…aaagkk…maaf aku tak bisa melindungimu. Jaga dirimu baik-baik.” Ucap laki-laki itu samba memegang pipi anak perempuan itu, namun tidak berlangsung lama. Akhirnya laki-laki itu menghembuskan nafas terakhirnya setelah mengucapkan kata-kata terakhirnya itu.
“Kakak, kaakaak. KAAAKAAAAAK!!!!” Tangisan perempuan itu memecah keheningan di dalam rumah itu. Teriakannya begitu lirih, hatiku bahkan begitu sakit walaupun bukan aku yang mengalaminya. Aku ikut menangis, benar-benar menangis.
Tak lama kemudian pria tadi kembali sambil membawa sebilah parang dan mendorong anak perempuan itu untuk menjauh dari mayat kakaknya. Pria itu kemudian membawa mayat itu ke belakang rumah, tapi dia melarang anak perempuannya untuk ikut. Aku langsung mengikuti pria itu kebelakang rumah.
Betapa terkejutnya aku saat tiba di belakang rumah itu. Disana sudah banyak tumpukan kayu, sebotol besar minyak lampu dan korek api. Pria itu pun meletakkan mayat anak laki-lakinya itu di atas tumpukan kayu dan menimpanya lagi dengan beberapa kayu. Setelah selesai, dia langsung menyiramkan minyak lampu dan kemudian membakar mayat itu di sana. Jujur aku benar-benar sedih melihat ini semua. Begitu tega dia membunuh anaknya sendiri di depan anak perempuannya.
“Perempuan itu?!!” Ucapku tiba-tiba saat ingat anak perempuan itu. Lalu aku berlari kembali kedalam rumah untuk menemui anak perempuan itu. Dia sudah tidak ada lagi di tempatnya semula. Aku berusaha mencari keberadaan anak perempuan itu di dalam rumah, hingga akhirnya aku menemukannya di dalam sebuah kamar. Dia sudah berdiri di atas tempat tidurnya, di depannya sudah ada sebuah tali yang terikat sangat kuat. Apa lagi kalau bukan dia ingin bunuh diri.
“Apa yang ingin kau lakukan? Jangan.” Teriakku sambil menghampirinya. Namun lagi-lagi percuma, mereka tidak akan menyadari keberadaanku di sini. Dia semakin dekat dengan kematian dan talinya sudah melilit di lehernya. Tiba-tiba saja pintu kamar itu terbuka dengan sangat keras.
“Kau mau apa hah?” Teriak pria yang merupakan ayah dari perempuan itu sambil menarik tubuh perempuan itu untuk jatuh ke tempat tidur. Bukan memberikan waktu untuk anaknya melupakan rasa sedihnya, dia malah memperlakukan anaknya dengan kasar dan melecehkan anaknya sendiri. Aku sungguh tak sanggup melihatnya dan memilih keluar dari kamar itu untuk melihat api yang sedang menyala di belakang rumah itu. Suara teriakan anak perempuan itu sampai terdengar keluar. “Kenapa tidak ada yang menolongnya? Kemana semua orang di sekitar sini?” Ucapku sambil menangis di depan kobaran api tempat anak laki-laki tadi di bakar. Lalu aku berdoa agar roh anak laki-laki itu bisa tenang.
Hari-hari pun berganti begitu cepat. Penderitaan perempuan itu benar-benar sangat berat. Setiap hari dia selalu mendapat perlakuan yang sangat bejat dari ayahnya dan juga teman-teman ayahnya yang membayar untuk melecehkan anaknya itu. Bahkan ketika anak perempuan itu beranjak dewasa, perlakuan yang di terimanya tetap tidak berubah. Namun mungkin dia masih beruntung bisa mendapat kesempatan untuk sekolah, meski dalam keadaannya yang seperti ini.
Hingga suatu hari anak perempuan itu jatuh cinta pada seorang laki-laki yang sangat baik padanya. Laki-laki itu teman sekolahnya. Dia selalu ada untuk anak perempuan itu dan melindungi anak perempuan itu, seperti kakaknya dulu – mungkin – Namun kebahagiaan anak perempuan itu tidak berlangsung lama, ternyata laki-laki itu juga memperlakukannya sama seperti ayahnya. Dia mendapat perlakuan buruk itu di kamar mandi sekolah, saat semua anak sudah pulang. Aku benar-benar tak sanggup membayangkan hidup seperti anak perempuan itu. Air mataku terus mengalir setiap kali anak perempuan itu mendapatkan perlakuan buruk dari semua orang, termasuk laki-laki yang dia cintai.
Setelah laki-laki itu pergi, anak perempuan itu masih saja diam di sana. Aku kembali melihat anak perempuan itu dan kini dia sudah menggenggam sebilah pisau. Aku rasa dia benar-benar sudah tak sanggup lagi untuk hidup. Aku baru menyadari kalau anak perempuan itu adalah hantu yang ada mengejarku tadi setelah penampilannya berantakan seperti sekarang ini dan tempat ini adalah sekolah kami. Akhirnya anak perempuan itu mengakhiri hidupnya disana dengan menghujamkan pisau ketubuhnya entah berapa kali sampai dia sudah tak bisa menghujamkannya lagi. Setelah anak perempuan itu meninggal, semua kembali gelap.
**
*Nae Yeol POV
Perlahan aku kembali membuka kedua mataku dan kini aku kembali ke alam bawah sadarku sendiriku. Aku masih memegang erat tangan wanita misterius tadi dengan berlinang air mata. Aku berlahan berdiri dari posisiku semula untuk melihat wajah wanita itu dengan lebih jelas sambil tetap memegang tangannya. Kini dia sudah tidak menakutkan lagi. Wajah dan pakaiannya sudah bersih, dan rambutnya pun sudah rapi, tapi dia masih terlihat sangat sedih.
“Aku bersamamu.” Ucapku sambil tetap memegang tangannya dengan erat dan dia tersenyum padaku. Tiba-tiba semua kembali gelap.
*
Ketika aku membuka kembali mataku, aku merasa kepalaku sedang di peluk erat oleh seseorang yang mungkin Kyung Soo.
“Nae-aa bangun lah. Apa yang terjadi? Kumohon bangun lah Nae Yeol.” Ucap Kyung Soo dengan suara lirih sambil memeluk kepalaku erat.
“Soo-aa, Kyung Soo-aa.” Ucapku dengan suara yang hampir tidak terdengar, kurasa wajahku terasa basah.
“Nae-aa kau sadar? Syukurlah. Kenapa kau tiba-tiba pingsan? Kau tau, aku sangat cemas.” Ucap Kyung Soo sambil melepaskan pelukannya dan kemudiam memeluknya lagi. Wajahnya tampak begitu cemas dan terlihat berbeda dari biasanya yang selalu dingin.
“Kau cemas Kyung Soo?” Ucapku heran sambil berusaha melepaskan pelukan Kyung Soo. “Lepaskan, aku tak bisa bernafas.” Ucapku lagi. Kyung Soo pun langsung melepas pelukannya dengan tiba-tiba dan buru-buru berdiri.
“Maaf, kau baik-baik saja kan?” Ucap Kyung Soo memalingkan wajahnya dariku.
“Ya aku baik-baik saja. Berapa lama aku tertidur?” Ucapku berusaha untuk duduk.
“Entah lah.” Ucap Kyung Soo masih memalingkan wajahnya seperti mencari sesuatu.
“Kyung Soo.” Panggilku dan membuatnya melihat padaku. “Kau cemas?” Tanyaku lagi.
“Cemas? Tidak. Aku hanya tidak suka sendirian di sini.” Ucapnya ketus dan tanpa ekspresi. Aku sangat yakin dia cemas, tapi mau bagaimana lagi dia tidak mau mengakuinya. “Paman mana ya? Dari tadi aku tak melihatnya.” Ucap Kyung Soo mengalihkan pembicaraan.
“Mungkin dia masih belum berani kembali kesini. Kyung Soo.” Ucapku lagi sambil meraih tangan Kyung Soo lalu memeluknya.
“Yaa!!! Nae-aa, kau kenapa?” Tanya Kyung Soo kager saat aku memeluknya erat. Aku kembali menangis di pelukkan Kyung Soo. Aku menceritakan semua yang aku lihat tadi kepadanya. Dia begitu terkejut mendengar ceritaku itu. “Hah? Jadi selama kau tidur tadi, kau melihat hal-hal seperti itu? Pantas saja kau terus menangis selama kau tidur. Sekarang wanita itu di mana? Kita harus segera menyucikan rohnya.” Ucap Kyung Soo saat aku melepaskan pelukkanku darinya, kemudian dia manghapus air mataku yang masih mengalir.
“Itu dia, di ujung koridor.” Ucapku sambil menunjuk kearah hantu itu dan Kyung Soo berbalik melihat wanita itu. Tatapannya sama seperti di akhir mimpiku, aura yang tadi kami rasakan sudah hilang dan namun penampilannya masih seperti semula. “Kau mau ikut dengan kami?” Tanyaku sambil mengulurkan tanganku kearah hantu itu. Namun kami masih mendapat penolakan lagi, dia menggelengkan kepalanya tanda menolak.
“Kenapa kau tak mau ikut dengan kami? Kami akan membantumu untuk kembali ke tempatmu seharusnya berada.” Ucap Kyung Soo.
“Masih ada yang belum membuatku tenang.” Ucap hantu itu.
“Baik lah, apa itu? Kami akan membantumu menyelsaikannya.” Ucap Kyung Soo meyakinkan.
Hantu itu terdiam untuk beberapa saat dan akhirnya dia berbicara kembali. “Kalian bisa menemui pria itu?” Pintanya pada kami. Awalnya aku bingung siapa yang dia maksud, namun aku baru sadar bahwa yang dia maksud adalah pria yang dia cintai.
“Baik lah kami akan membantumu. Kau tau dimana dia sekarang?” Ucapku padanya dan dia mengangguk. Aku tak tau Kyung Soo menyadari siapa orang yang kami bicarakan atau tidak, yang penting sekarang kami harus membantunya.
“Aku bisa mengantar kalian kerumahnya.” Ucapnya.
“Ayo kita kesana.” Ucap Kyung Soo.
Kami pun kemudian mulai bergerak mengikuti hantu itu dan keluar dari sekolah. Paman malaikat belum bersama kami saat kami pergi dari sekolah. Kyung Soo masih tetap berjalan di depan sambil memegang erat tanganku. Sepanjang perjalanan kami menuju rumah yang di maksud oleh hantu wanita itu, aku merasa ada yang memperhatikan dan mengikuti kami. Aku tak tahu asal tatapan yang terus melihat kami itu. Entah beberapa kali aku melihat kebelakang untuk memastikan, namun tidak ada siapa-siapa di sana. Aku terus berjalan bersama Kyung Soo tanpa memperdulikan tatapan itu lagi.
Cukup jauh kami berjalan menuju rumah itu, hingga kami sampai di depan sebuah rumah yang cukup mewah. Aku dan Kyung Soo saling menatap. “Apa kami harus masuk?” pertanyaan itu yang terlintas di dalam benarku.
To Be Continous

Komentar
Posting Komentar