My Fan Fiction
Title :
In My Eyes
Format :
Chapter
Main Cast :
Kim Ga Eun a.k.a Nae Yeol and Do Kyung Soo a.k.a Kyung Soo
Genre :
Horror, sad, romance
Original from Me
Chapter 1
“Yaa, bangun. Sudah jam berapa ini. Kamu
nggak sekolah?” Ucap seseorang yang suaranya selalu aku dengar setiap hari.
“Iya
iya aku bangun.” Ucapku sambil berusaha bangun dari tempat tidur.
“Kamu
bisa bangun?” Tanya seorang lelaki yang lain berbadan tinggi yang selalu
menemaniku setiap waktu.
“Sebenarnya
aku mengantuk, tapi aku harus bangun.” Jawabku.
Aku
pun berjalan menuju kamar mandi dengan keadaan masih benar-benar mengantuk.
Sebenarnya aku benar-benar lelah dan tidak berniat bangun pagi ini. Aku ingin
tidur lebih lama lagi, lama, lama, lama, dan lebiiiih lama lagi. Tapi karena
tanggung jawabku untuk membuat keluarga yang mengasuhku selama ini bahagia dan
bangga, aku harus bangun dan pergi bersekolah meskipun benar-benar lelah.
Anak
laki-laki yang membangunkanku itu adalah anak kandung keluarga ini. Sedangkan,
laki-laki yang kedua adalah sesosok hantu yang selalu menemaniku sejak kecil.
Apakah
menurut kalian, aku ini orang aneh? Bukankah manusia tidak bisa melihat hantu?
Awalnya aku juga berfikir demikian. Sebenarnya aku terlahir “normal”, seperti
anak-anak normal lainnya.
*FlashBack
Hari
itu… Saat hujan deras.
Aku
dan kedua orang tuaku baru saja pulang dari acara pementasan di sekolah
dasarku. Aku duduk di belakang, ayahku mengemudikan mobil dan ibuku duduk di
sebelah ayahku. Kami sangat asik bercerita tentang pementasanku tadi. Saat itu
ayahku mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang. Namun di tengah perjalanan,
seseorang yang berdiri di pinggir jalan tiba-tiba saja melompat ke jalan yang
akan kami lewati. Dan kecelakaan pun tak terelakkan. Aku tidak tahu dengan
pasti bagaimana kecelakaan itu terjadi. Semua terjadi begitu saja.
Hingga
aku tersadar di sebuah tempat yang dingin. Seluruh tubuhku terasa sangat sakit.
Aku bahkan tidak bisa melupakan rasa sakit yang aku rasakan saat itu. Di sana
cahaya terlihat sangat redup. Banyak sekali barang-barang aneh yang belum
pernah aku lihat sebelumnya dan beberapa di antaranya menempel di tubuhku.
“Aku
di mana?” Ucapku saat benar-benar tersadar. “Ibu, ayah.” Ucapku lagi.
“Sayang.
Kamu sudah bangun?” Ucap ibuku yang tiba-tiba muncul bersama ayahku.
Mereka
terlihat baik-baik saja. Aku benar-benar bingung saat itu. Kenapa hanya aku
yang tertidur di sini. Tapi aku
bersyukur mereka ada di sini, bersamaku.
“Aku
kenapa bu? Ini di mana? Barang-barang apa ini bu?” Ucapku sambil menahan sakit.
“Sayang
kamu harus kuat ya. Kamu pasti tidak akan pernah sendirian. Kamu harus tumbuh
besar dan membuat kami bangga saat melihat dari surga.” Ucap ayahku.
“Ayah.”
Ucapku.
“Kami
pergi dulu ya sayang. Kamu harus kuat. Kamu pasti di terima banyak orang.
Selamat tinggal sayang.” Ucap ibuku sambil berjalan pergi bersama ayahku.
“Ibu,
ayah jangan pergi. Kalian mau kemana? Jangan pergi….!” Teriakku sambil berusaha
bangkit dari tempat tidurku.
Aku
benar-benar bingung melihat mereka pergi. Kenapa mereka meninggalkanku? Kemana
mereka akan pergi? Apa aku sendirian sekarang?
Aku
mendadak histeris saat itu juga. Aku berusaha bangkit, tapi tidak bisa. Seperti
ada yang menahan tubuhku. Namun di tengah-tengah rasa takutku itu, tiba-tiba
semua menjadi gelap dan aku tidak tahu apa-apa lagi setelah itu.
Saat
aku terbangun, semua sama seperti saat ayah dan ibuku ada di sini. Namun yang
berbeda hanya saat ini terlihat lebih cerah. Aku kembali berusaha bangun dari
tempat tidurku dan kali ini aku tidak kesulitan untuk bangkit. Di sana aku
melihat kilau cahaya di balik jendela yang ada di dekat tempat tidurku. Aku
duduk melihat ke luar jendela. Gedung-gedung tinggi bisa aku lihat dari sana.
“Nae
Yeol kamu sudah sadar nak?” Ucap seseorang yang tiba-tiba muncul dari arah
pintu.
“Iya
bibi. Aku di mana bi? Ibu mana bi?” Ucapku sambil berbalik menghadapnya.
Bibiku
langsung memelukku saat itu juga. Air matanya berlinang saat itu. Aku
benar-benar bingung, kenapa dia menangis. Apa yang terjadi pada kedua orang
tuaku.
“Sayang.
Ibu dan ayahmu sudah tidak bersama kita lagi. Mereka sudah tenang di surga.”
Ucap bibiku sambil melepas pelukannya. “Mulai sekarang kamu akan tinggal
bersama bibi dan paman, oh?” Lanjutnya sambil memegang pipiku.
Dia
masih terus menangis di hadapanku. Jujur, aku sebenarnya sangat-sangat sedih.
Mereka pergi meninggalkanku sendiri sekarang. Tapi aku tidak menangis. Aku
bingung kenapa bisa begini, mungkin kah karena aku sudah menangis tadi malam? Tepat
2 hari setelah itu kami pun menaburkan abu kedua orang tuaku di kampong halaman
mereka berdua.
Bibiku
memang menepati janjinya padaku, dia membawaku untuk tinggal bersamanya dan
mengasuhku seperti anaknya sendiri. Namun sejak kecelakaan itu kejadian aneh
selalu mengitariku. Setiap saat aku melihat banyak sekali orang di sekitarku.
Keadaan mereka beranekaragam, khususnya di bagian fisik. Aku selalu
memberitahukan apa yang aku lihat pada orang sekitarku. Awalnya mereka
menganggapku bercanda, tapi lama kelamaan aku hanya di anggap sebagai
pengganggu dan pembawa sial. Tidak hanya oleh teman-teman dan guru-guru di
sekolahku, bahkan seluruh keluarga dan tetanggaku mengganggapku pembawa sial.
Akhirnya
karena tidak sanggup lagi mengurusku dan keadaan yang aku miliki, paman dan
bibi memutuskan untuk meninggalkanku di sebuah panti asuhan yang sangat jauh
dari rumah mereka bahkan bisaku perkirakan itu di luar kota.
“Mereka
bohong padaku, mereka berjanji padaku untuk selalu menjaga dan merawatku dengan
sepenuh hati, tapi pada kenyataannya tidak. Mereka membuangku jauh dari mereka.
Mereka menganggapku pembawa sial bagi mereka. Aku tak melakukan apa pun. Aku
hanya mengatakan apa yang aku lihat, aku lakukan itu karena aku takut. Kenapa
kalian meninggalkanku? Ibu, Ayah kalian berbohong padaku. Kalian bilang akan
banyak orang yang mau menjadi temanku. Tapi tidak bu, mereka semua membenciku.
Kenapa kalian tidak membawaku pergi bersama kalian?”
Setidaknya
itu lah kata-kata yang masih aku ingat saat pertama kali sampai di panti asuhan
itu dan melihat bibiku pergi meninggalkanku. Aku benci padanya. Itu yang aku
tahu.
Orang-orang
di panti itu pun berlaku sama padaku. Mereka mengucilkanku karena tahu aku
aneh. Mereka berkata “kau menakutkan, aku tak mau bermain denganmu pergi sana.”
Ya, tidak ada yang mau berteman denganku, tidak seorangpun. Ketika aku
ketakutan, aku tidak lagi berusaha mencari orang untuk mengatakan hal yang
mereka anggap aneh. Aku selalu bersembunyi di dalam sebuah lemari di dekat tempat
tidurku saat merasa takut dan tentunya tidak ada yang peduli. Hingga suatu
malam…
“Tuk
tuk tuk.” Suara pintu lemari yang di ketuk seseorang dari luar.
“Siapa?”
Sahutku dari dalam lemari dan tidak ada jawaban.
“Tuk
tuk tuk.” Suara itu kembali terdengar.
“Siapa?”
Sahutku lagi tapi kali ini dia menjawab.
“Kamu
bisa keluar tidak? Aku tidak akan menyakitimu, aku akan melindungimu.” Ucap
seseorang dari luar dan kedengarannya seperti suara laki-laki.
Awalnya
aku ragu, namun akhirnya aku keluar untuk menemuinya. Terlihat di mataku
seorang laki-laki tinggi – aku rasa umurnya sekitar 20an tahun – dia tidak
menyeramkan dan memandangku dengan senyuman.
“Kamu
bisa melihatku dengan jelas?” Ucapnya sambil duduk untuk menyamakan tingginya
denganku.
“Ya,
paman siapa?” Ucapku tenang.
“Aku
akan melindungimu dan tidak akan membuatmu merasa kesepian.” Ucap sang paman
sambil meraih tanganku.
Sejak
hari itu, aku selalu di temani olehnya. Namun aku tidak tahu namanya. Setiap
aku tanya, dia selalu tidak menjawab dan akhirnya aku hanya memanggilnya paman
malaikat. Aku rasa dia malaikat yang di kirimkan ibuku untuk menemaniku. Aku
sangat menyayangi paman itu dan aku harap dia meninggalkanku seperti
orang-orang yang ada di sekitarnya selama ini.
“Hai
nak, paman akan pergi beberapa hari. Kamu jaga diri baik-baik ya. Paman tidak
akan lama.” Ucap paman itu di saat aku baru bangun di suatu pagi.
“Kemana
paman? Paman mau kemana? Aku ikut.” Ucapku sambil bangkit dari tempat tidur.
“Tidak
tunggu lah di sini sampai paman kembali.” Ucapnya lalu tiba-tiba menghilang
dari hadapanku.
“Paman?
Pamaaan, paaamaaan.” Teriakku saat dia menghilang dan hal itu membuat yang lain
sampai terbangun.
“Heh
dungu, ini masih terlalu pagi jangan ganggu kami.” Hardik salah satu anak yang
ada di kamarku.
Aku
hanya bisa diam menerima perlakuan itu. Mungkin mereka menganggapku begitu.
Untuk beberapa saat aku kembali sendiri. Melewati hari-hari dengan wajah-wajah
yang sangat menyerampkan.
Sekitar
3 hari – mungkin – seseorang datang menghampiriku yang sedang bermain sendiri
di taman belakang panti. Dia seorang anak laki-laki - aku yakin di sebayaku –
dia menatapku lama. Dia menatap lurus tepat kearah mataku. Jujur aku bingung
kenapa dia menatapku seperti itu. Di tengah-tengah kebingunganku akhirnya dia
pun berbicara.
“Kamu
Nae Yeol?” Tanyanya dengan ekspresi datar.
“Iya.
Tahu dari mana namaku? Kamu baru pindah kesini?” Tanyaku bingung.
“Anniaa.
Pamanmu memberitahukannya.” Ucapnya sambil menunjuk kearah paman malaikat yang
ternyata sudah ada di sebelahku.
“Paman,
kapan kamu kembali? Kemana saja paman? Aku kesepian paman?” Ucapku sambil
berdiri tepat di sebelah paman malaikat.
“Aku
menjemputnya. Dia akan menjadi temanmu, teman nyatamu.” Ucap paman malaikat
sambil menunjuk kearah anak laki-laki itu.
“Ibu.”
Teriak anak itu saat melihat ibunya dan membuat ibunya bergegas menghampiri
kami dengan wajah senang.
Kami
bertiga hanya diam terpaku seolah menanti wanita paruh baya itu datang
menghampiri kami. Saat dia sampai, aku melihat matanya berbinar dan dia
terlihat seperti ibuku, penuh cinta dan kasih sayang.
“Kamu
Nae Yeol kan? Bibi mau menjadikanmu anak bibi. Kamu mau kan?” Ucap wanita paruh
baya yang merupakan ibu dari anak laki-laki itu tiba-tiba. “Pamanmu yang
memberitahu bibi keberadaanmu di sini, dia dan bibi ingin kamu tinggal bersama
bibi. Kamu mau ya.” Ucap wanita itu lagi.
Aku
benar-benar bingung mendengar permintaan seperti itu tiba-tiba, tetapi aku juga
sekaligus senang mendengarnya. Akhirnya aku tidak akan sendiri lagi sekarang
jika aku ikut bersama mereka. Paman malaikat juga meyakinkanku kalau mereka
orang-orang baik. Dan akhirnya aku
menerima permintaan itu. Wajah wanita yang sekarang aku panggil ibu berubah
berbinar. Tampak aura kebahagiaan muncul
di wajahnya.
“Mulai
sekarang dia adalah saudaramu, dia seumuran denganmu. Kalian cukup panggil nama
masing-masing saja ya nak.” Ucap ibu sambil memeluk aku dan anak laki-laki itu.
“Aku
Kyung Soo, maaf ya baru memperkenalkan diri.” Ucap anak bernama Kyung Soo itu
datar.
“Kamu
ini ya, memang seperti ayahmu. Kamu harus sering-sering tersenyum, wajahmu ini
bisa cepat keriput kalau tampangmu seperti ini terus.” Ucap ibu sambil menggoda
Kyung Soo.
Mereka
lah keluargaku sekarang, mereka membesarkan kami dengan penuh cinta dan kasih
sayang. Selain itu mereka juga mengajari kami untuk mengabaikan apa yang kami
lihar khususnya yang mengganggu. Ternyata Kyung Soo juga sama sepertiku, kami
bisa melihat arwah yang berkeliaran di sekitar kami. Yang membedakan hanya dia
terlahir memang sudah memiliki kemampuan itu, sedangkan aku memiliki kemampuan
itu sejak kecelakaan itu. Menurut kakek Kyung Soo – sekarang kakekku juga –
saat koma mungkin mata batinku terbuka ketika bertemu kedua orangtuaku terakhir
kali.
*
Dan
kini aku dan Kyung Soo sudah berusia 18 tahun. Kyung Soo adalah orang yang
membangunkanku hari ini. Sedangkan laki-laki yang mengajakku berbicara setelah
Kyung Soo adalah paman malaikat yang selalu menemaniku.
Setelah
selesai mandi, aku langsung bergegas berpakaian dan langsung pergi keruang
makan untuk sarapan setelahnya.
“Selamat
pagi ibu ayah.” Ucapku menyapa orangtuaku yang sedang duduk di meja makan bersama
Kyung Soo.
“Selamat
pagi nak. Kamu benar-benar terlihat pucat, apa tidak sebaiknya kamu istirahat
saja dulu hari ini.” Ucap ibuku cemas.
“Tidak
apa bu, hari ini ada pelajaran olahraga nanti pasti bisa segar lagi setelah
olahraga.” Ucapku meyakinkan.
“Baiklah,
tapi kamu harus makan banyak pagi ini. Ibu juga sudah menambah bekal kalian
berdua. Kyung Soo kamu juga sarapan yang banyak.” Ucap Ibu sambil menyodorkan
dua lapis roti tawar selai kacang ke atas piring Kyung Soo.
“Eomma ini terlalu banyak, aku sudah
kenyang.” Ucap Kyung Soo menolak dengan meletakkan roti tersebut ke tempatnya
semula.
“Kyung
Soo kamu harus makan yang banyak. Jangan menolak.” Ucap ibu sambil menaruh
kembali roti tadi ke piring Kyung Soo.
“Sudah
lah bu dia pasti sudah kenyang, masukkan saja kebekal makan siang mereka.” Ucap
ayah yang masih asik membaca koran.
“Baiklah.”
Ucap ibu lemas sambil mengambil beberapa potong roti dan memasukkannya ke kotak
bekal kami.
“Nae-aa
ayo berangkat. Ibu ayah kami berangkat.” Ucap Kyung Soo pamit.
“Yee, ibu ayah kami berangkat ya.” Ucapku
sambil berlari kecil menyusul Kyung Soo yang berjalan cukup cepat kearah pintu
depan.
“Iya
hati-hati.” Ucap ayah dan ibu bersamaan.
Kami
pun berangkat dan berjalan sedikit berjauhan. Tidak ada kata yang keluar dari
mulut kami berdua. Kami berjalan seolah-olah kami bukan keluarga, bahkan
seperti kami tidak saling kenal. Ini memang permintaan Kyung Soo, dia tidak
ingin kami terlihat bersama dan dia tidak ingin ada yang tahu kalau mereka
bersaudara. Untungnya keinginannya itu di dukung oleh kelas kami yang berbeda,
jadi kami bisa berpura-pura tidak saling kenal saat di kelas.
Akhirnya
kami pun sampai di sekolah tepat waktu sebelum bel berbunyi. Semua kegiatan di
sekolah pun berlalu seperti biasa, seperti sekolah pada umumnya. Hingga malam
harinya, semua baru di mulai. Kami punya tugas yang sangat penting. Kalian tahu
apa tugas kami saat malam hari tiba? Semua cerita akan di mulai dari sini…
To Be Continous

Komentar
Posting Komentar